Sering banget dengar curhatan teman teman tentang bagaimana mereka sangat sangat di kekang dalam hal keuangan. terkadang ingin membantu keluarga nya saja mereka sampai harus sembunyi sembunyi seperti mencuri.
kisah seorang teman yang sangat sangat berlebih kondisi ekonominya, bisa di lihat dari rumahnya yang sangat besar, mobil nya yang di parkir di garasi sampai 5 buah..tapi sang istri masih harus ‘mencuri curi’berjualan baju yang hasilnya untuk membantu orang tua nya di kampung. ironis memang….seperti burung dalam sangkar emas..
kisah lain seorang teman yang hampir saja bercerai dengan suami karena terlalu ketat nya suami terhadap kebutuhan anak dan istrinya. terlebih si istri sangat tau gaji dan penghasilan suami , tp ternyata usut punya usut sang suami sangat sangat khawatir dengan masa depannya, sehingga penghasilan nya lebih di prioritas kan untuk investasi masa depan. Saat sang istri berontak dan meminta cerai, barulah sang suami sadar dan akhirnya sekarang sang istri sudah bisa bahagia menikmati hidupnya dengan layak.
kisah selanjutnya adalah kisah seorang istri yang merasa sering di sepelekan oleh sang suami, sang suami tidak mendukung usaha nya yang sebenarnya terbukti memberikan pendapatan yang lumayan. tapi pengahasilan itu tidak nampak karena sering di pakai untuk menutupi kebutuhan rumah tangga mereka. pesan ku kepada nya adalah, coba untuk tidak memakai uang usaha mu untuk kebutuhan rumah tangga dan minta ke suami mui. agar suami mu tau seberapa besar kau membantu nya selama ini..
ada lagi kisah sebuah rumah tangga yang suami dan istri berusaha bersama sama. pembagian tugas membuat usaha ini bisa maju dengan pesat atas izin Allah. tapi di saat bersamaan sang istri merasa juga tidk mendapatkan hak nya selama ini, semua yang diperolehnya juga habis untuk kebutuhan rumah tangga tanpa tersisa bahkan seringkali kurang..dan sang suami merasa ini menjadi kesalahan sang istri. bahwa sang istri boros dan tidak mampu mengelola uang !
yaaah…sangat banyak juga pasti kejadian kejadian yang hampir sama di luar sana… yang pada inti nya adalah ISTRI sebagai seorang yang dituntut harus bisa menyelesaikan semua urusan rumang tangga tapi justru seringkali tidak mendapatkan penghargaan dan malah disepelekan lalu kemudian hak hak nya juga diabaikan.
pengen membahas sebenarnya bagaimana sih HAK SEORANG ISTRI DALAM HARTA YANG SESUAI PANDANGAN ISLAM…
Dalam Islam memberi nafkah kepada istri dan anak dimasukkan dalam kategori ibadah. Dari Sa’ad bin Abi Waqqash, Rasulullah SAW telah bersabda kepadanya,“Engkau tiada memberi belanja demi mencari ridha Allah, melainkan pasti diberi pahala, sekalipun yang engkau suapkan ke dalam mulut istrimu.” (HR. Bukhari Muslim)
Bahkan nilai menghidupi anak dan istri itu lebih utama dari pada menyumbangkan harta demi perjuangan Islam sekalipun,
Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda, “Satu dinar yang engkau belanjakan untuk perang di jalan Allah dan satu dinar yang engkau belanjakan untuk istrimu, yang paling besar pahalanya ialah apa yang engkau berikan kepada istrimu.” (HR. Bukhari Muslim)
Abu Sufyan adalah seorang sahabat Rasulullah SAW yang cukup berada. Sayangnya, ia tergolong pelit. Saking pelitnya, ia terlalu sedikit memberikan nafkah belanja kepada istrinya. Sang istri pun nekad, mencuri dari saku suaminya.
Dari Aisyah diceritakan, Hindun, istri Abu Sufyan berkata kepada Nabi,“Sungguh Abu Sufyan adalah orang yang kikir. Ia tidak memberiku belanja yang mencukupi bagi diriku dan anaknya, sehingga aku terpaksa mengambil hartanya tanpa sepengetahuannya.” Nabi pun menanggapi, “Ambillah sebanyak yang mencukupi dirimu dan anakmu dengan wajar.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tetapi sekali lagi, tetap disesuaikan dengan kemampuan suami. Istri yang baik tak akan merengek-rengek meminta sesuatu yang tak kuat dibeli oleh suaminya. Allah menerangkan dalam surah Ath-Thalaaq ayat 7 :
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.”
SEDEKAH ISTRI.
Lalu bagaimana dengan istri yang bekerja dan dari pekerjaannya itu ia bisa menopang biaya hidupnya? Apakah suami tetap berkewajiban memberi nafkah?
Istri meminta atau tidak, memberi nafkah tetap menjadi tanggung jawab seorang suami.
Kendati istrinya berharta sekalipun, atau bergaji yang lumayana besar, tanggungjawab suami tidak gugur begitu saja. Ia wajib untuk tetap bekerja sekuat tenaga, walau dengan hasil minim, demi memenuhi tugas berat ini.
Dalam Islam, wanita benar-benar mendapatkan kedudukan sepantasnya yang amat terhormat. Perkawinan tidak mengubah kedudukannya menjadi budak suami. Ia tetap mempunyai hak-hak pribadi yang tak boleh diganggu walau oleh suami. Misalkan dalam hal harta kekayaan.
Istri yang berasal dari keluarga kaya, bisa jadi mendapat pesangon yang cukup besar dari keluarganya saat akan menikah. Atau didapatnya harta waris yang banyak dari orang tuanya yang meninggal dunia. Maka, Islam mengakui bahwa ia berhak memiliki sendiri hartanya tersebut. Demikian pula aturannya bila istri bekerja dan mendapat penghasilan atas kerjanya itu, maka akan dimasukkan dalam harta pribadinya.
Harta gono-gini (istilah Jawa), yaitu harta milik bersama suami istri yang didapat dari hasil gaji keduanya selama setelah pernikahan, tak ada dalam Islam. Bila istri berpenghasilan, maka bukan lantas milik bersama, tetapi tetap jadi haknya pribadi. Mengenai kerelaan istri untuk memberikan hartanya kepada suami, itu masalah lain, dan dinilai sebagai sedekah.
Adalah sepasang suami istri, Zainab dan Abdullah bin Mas’ud. Sang suami tergolong orang fakir, sementara istrinya memiliki harta pribadi yang lumayan, yang ingin ia sedekahkan. Maka ia pun mendatangi Rasulullah ditemani seorang wanita yang punya kepentingan sama. Ketika di depan rumah beliau mereka bertemu Bilal, berkata Zainab, “Katakanlah kepada beliau bahwa ada dua orang perempuan yang akan bertanya apakah cukup kalau harta mereka diberikan kepada suami mereka dan kepada anak yatim di rumah-rumah mereka? Tolong jangan kau katakan siapa kami.”
Bilal pun masuk dan menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah SAW. Lebih dahulu beliau bertanya siapakah wanita itu. Bilal pun berkata, “Seorang wanita Anshar dan Zainab.”
Zainab yang mana?
“Istri Abdullah bin Mas’ud.”
“Mereka berdua akan mendapatkan dua pahala. satu pahala ibadah dan satu pahala sedekah,” (HR. Bukhari & Muslim
bagi para wanita, ada kehormatan tinggi tersendiri. Tidak ada kewajiban bagi mereka untuk mencari nafkah. Bukannya menggambarkan wanita sebagai orang yang lemah dan tukang membebani laki-laki, tapi ini adalah penghormatan Islam kepada wanita sehubungan dengan tugas mereka yang amat vital di dalam rumah keluarganya.
Seorang ayah wajib membiayai hidup anak-anak perempuannya sampai ia menikah. Bila ayah tidak mempunyai kesanggupan, tanggung jawab ini beralih ke pundak saudara laki-laki.
Rasulullah berkata, “Barangsiapa menanggung belanja tiga anak putri atau tiga saudara perempuan, maka pastilah ia memperoleh surga.” (HR. Thahawi)
Bukan berarti bila saudara perempuan cuma satu lantas gugur kewajiban untuk menanggungnya. Hanya saja, belum dijamin surga. Bila ada tiga perempuan yang jadi tanggungannya, barulah surga bisa dijadikan jaminan. Kalau surga sudah dijanjikan sebagai balasan, dapat dipastikan bahwa ini adalah sebuah tugas berat.
Sedangkan kepada anak laki-laki, kewajiban orang tua menafkahi sampai mereka dewasa dan dianggap mampu mencari penghasilan sendiri. Seorang anak laki-laki yang sudah mencapai umur produktif, hendaknya jangan terus menggantungkan diri kepada orang tua.