LIPUTAN PESTA WIRAUSAHA TDA 2015 #2 by YUSWOHADY

YUSWOHADY : PANCA SILA JUARA MEA

Profil :

Yuswohady adalah penulis dari sekitar 40 buku mengenai pemasaran. Selama 12 tahun bekerja di MarkPlus Inc dengan posisi terakhir sebagai Chief Executive, MarkPlus Institute of Marketing (MIM). Ia menulis kolom bisnis dan pemasaran di berbagai media massa seperti: majalah SWA, Warta Ekonomi, MIX, Business Review, Info Franchise, Harian Jurnal Nasional, dan lain-lain. Ia adalah lulusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada dan Manajemen Keuangan, Universitas Indonesia. Di bidang keorganisasian Yuswohady pernah menjadi Sekretaris Jendral Indonesia Marketing Association (IMA).

menghadapi MEA, Yuswohadi merumuskan 5 strategi yang ia namakan sebagai Panca Sila Juara MEA,

Sila #1: Use local advantages to kick the competitions

Pemain UKM yang menjalankan strategi ini disebut sebagai: Local Champion. Di sini UKM kita harus cerdas memanfaatkan keunikan lokal untuk memenangkan persaingan. Keunikan lokal tersebut bisa berbentuk pemahaman yang mendalam terhadap pasar dan konsumen lokal, penggunaan bahan-bahan lokal, pemanfaatan tradisi dan kearifan lokal, atau bisa juga hubungan (relationship) dengan partner dan stakeholders lokal.

Pemain seperti Dian Pelangi membangun keunggulan bersaing dengan membangun keunikan lokal melalui pemahaman mendalam terhadap pasar muslim di Indonesia. Restoran Ny. Suharti atau Mbok Berek membangun keunikan lokal dengan menggunakan bahan dan resep masakan lokal. Dengan mengusung tagline “Kopi Asli Indonesia”, Anomali membangun keunikan lokal dengan memanfaatkan kekayaan kopi Indonesia yang dikenal terenak di dunia.

Sila #2: Create local innovation to make competition irrelevant

Pemain yang menjalankan strategi ini disebut sebagai: Creative Master. Mereka adalah pemain-peman yang kreatif abis, memanfaatkan inovasi untuk bisa menghindari persaingan dan menciptakan pasar-pasar baru yang minim persaingan (blue ocean market). Umumnya pemain jenis ini tak memiliki keunikan lokal, karena itu ia terpaksa harus putar otak untuk menciptakan diferensiasi yang kokoh dan punya nilai jual di pasar global.

Radio Magno besutan Singgih Kartono adalah contoh ideal dari Creative Master. Radio Magno adalah radio kayu berkelas dunia yang sarat inovasi dan kreativitas. Disainnya yang apik dan finishing-nya yang ciamik menjadikan produk yang dibikin di desa Kandangan, Temanggung ini digandrungi konsumen Jepang, Eropa, dan Amerika. Tak hanya itu, Radio Magno dibikin dengan spirit kepedulian yang luar biasa (pemberdayaan masyarakat desa, solusi sosial, penanaman kembali terhadap pohon yang ditebang, dsb). Karena itu ia memiliki brand story kuat, yang menjadikannya berharga premium.

Sila #3: Boost Excellence to Beat the Giant

Pemain yang menjalankan strategi ini disebut sebagai Quality Challenger. Kenapa? Karena mereka berupaya habis-habisan mendongkrak kualitas (quality excellence) untuk mengalahkan pesaing. Kalau Creative Master banyak mengandalkan inovasi dan kreativitas, maka Quality Challenger lebih mengandalkan keutamaan kualitas produk dan layanan yang didapat melalui perbaikan secara terus-menerus (continuous improvement).

Eiger adalah contoh rangkaian produk apparel yang mewakili Quality Challenger. Pengalaman panjang memproduksi produk-produk apparel mulai dari tas, sepatu, jaket, T-shirt, hingga jam tangan, menjadikannya mencapai kualitas prima tak hanya di tingkat lokal tapi juga global. Berbeda dengan Creative Master, pemain jenis ini umumnya mencapai kesuksesan dengan membangun brand dalam kurun waktu panjang. Selama bertahun-tahun (bahkan puluhan tahun) mereka menempa kualitas, sehingga tak tertandingi (stand-out) oleh pesaing manapun.

Sila #4: Build Bigness through Mass Partnership

Saya menyebut pemain yang menggunakan strategi ini sebagai Longtail Collaborator. Kata Longtail saya ambil dari Chris Andersen, yaitu pemain-pemain kecil yang bermain di pasar ceruk (niche). Kalau pemain-pemain kecil ini dihimpun menjadi satu kesatuan, maka mereka akan memiliki kekuatan yang luar biasa. Pemain UKM akan mampu menjadi besar dan mencapai skala ekonomi jika mereka bisa saling berkolaborasi dan menghimpun kekuatan bersama. Prinsipnya, sesama UKM haruslah bersatu-padu membangun kemitraan untuk bisa menjadi besar.

Pusat Grosir Batik Trusmi di Cirebeon yang dirintis oleh suami-istri Ibnu Riyanto dan Sally Giovanny membangun bigness dengan cara memberdayakan para pembatik lokal di desa Trusmi. Mereka menciptakan kemitraan dengan sekitar 400 pembatik lokal (dengan menyediakan bahan, memberikan bimbingan disain dan kualitas, hingga membelinya) untuk menghasilkan batik berkualitas global. Melalui kemitraan dan penghimpunan kekuatan tersebut Batik Trusmi memiliki “otot” untuk bersaing dengan pemain-pemain besar.

#5: Achieve Global Best Practices to Win Foreign Market

Saya menyebut pemain yang menggunakan strategi ini sebagai: Global Chaser. Pemain jenis ini istimewa, karena fokus strategi mereka adalah masuk ke pasar luar negeri khususnya ASEAN. Untuk bisa masuk ke pasar luar negeri, maka mereka harus berupaya membangun kemampuan global. Itu artinya mereka harus unggul dalam hal modal, teknologi, manajemen, dan SDM yang berstandar dunia. Atau dengan kata lain, mereka harus masuk dalam jajaran pemain terbaik dunia (global best practices). Ini adalah strategi yang paling sulit.

Niluh Djelantik adalah brand sepatu high-heels premium asal Bali yang sukses menjadi Global Chaser. Sepatu Niluh Djelantik melanglang-buana di lebih dari 20 negara di Eropa dan Amerika. Sepatu kebanggaan Indonesia ini bahkan menjadi idaman para selebritas top dunia seperti Julia Robert dan Uma Thurman. Bagaimana Niluh Djelantik mencapai global best practices? Pertama, kualitas tanpa kompromi. Kedua, craftmanship melalui sentuhan tangan-tangan terampil khas Bali. Ketiga, eksklusivitas karya yang menjadikannya unik dan high-end.

You may also like